Jumat, 18 Maret 2011

Penilaian Umum dan Tanda‐tanda Vital

Umur
Ciri-ciri wajah pasien dan struktur tubuh harus sesuai dengan keterangan umur yang dinyatakan oleh pasien. Jika pasien nampak jauh leih tua dari umurnya, mungkin hal itu merupakan tanda penyakit kronis, akibat konsumsi alkohol atau merokok.
Warna Kulit
Perubahan sianosis dapat mudah diamati pada bibir dan rongga mulut, sedangkan pallor dan jaundice mudah dideteksi dari warna jari kuku dan konjungtiva mata. Warna kulit pasien harus rata dan pigmentasi harus konsisten dengan latar belakang genetik pasien. Lesi adalah area pada jaringan yang terganggu fungsinya akibat penyakit tertentu atau trauma fisik. Cyanosis adalah warna kebiruan akibat jumlah oksigen dalam darah yang tidak adekuat; mungkin karena nafas pendek/shortness of breath (kesulitan bernafas), penyakit paru-paru, gagal jantung, atau tercekik. Pallor adalah kulit yang pucat yang tidak normal akibat berkurangnya aliran darah atau berkurangnya kadar hemoglobin, dan dapat disebabkan oleh berbagai keadaan penyakit (misalnya anemia, syok, kanker). Jaundice adalah warna kulit menjadi kuning akibat bilirubin berlebih (pigmen empedu) dalam darah. Hal ini dapat merupakan indikasi adanya penyakit hati atau saluran empedu yang tersumbat oleh batu empedu.
Wajah
Gerakan wajah harus simetris, dan ekspresi wajah harus sesuai dengan perkataan pasien (misalnya pasien mengatakan kepada anda bahwa dia baru saja didiagnosis kanker, dan dia nampak kaget dan sedih). Jika salah satu sisi wajah paralisis (tidak bergerak), pasien mungkin mengalami stroke atau trauma fisik atau salah satu bentuk paralisis sementara yang disebut palsi Bell. Wajah yang datar atau ekspresi seperti topeng, di mana pasien tidak menunjukkan emosi pada wajah, mungkin terkait dengan penyakit Parkinson dan depresi. Ekspresi wajah yang tidak sesuai dengan perkataan dapat merupakan indikasi adanya penyakit kejiwaan.
Tingkat Kesadaran
Pasien harus waspada dan sadar akan waktu, tempat dan orang. Disorientasi terjadi pada gangguan otak (misalnya delirium, demensia), stroke, dan trauma fisik. Pasien letargi umumnya mengantuk dan mudah tertidur, terlihat mengantuk, dan merespon pertanyaan dengan sangat lambat. Pasien stupor hanya merespon jika digoncang dengan keras dan terus menerus dan hanya dapat member jawaban yang terdengar seperti menggerutu tidak jelas. Pasien yang sama sekali tidak sadar (pasien koma) tidak merespon stimulus dari luar ataupun nyeri.
Tanda-Tanda Distress Akut
Tanda-tanda distress pernafasan termasuk nafas pendek, wheezing atau menggunakan otot-otot aksesori untuk membantu bernafas. Wajah pasien yang menunjukkan rasa sakit atau pasien yang mencengkeram bagian tubuh mungkin merupakan tanda-tanda nyeri yang sangat parah. Distres emosi dapat muncul sebagai rasa gelisah, tegang, mudah terkejut dan/atau menangis.
Nutrisi
Berat badan pasien harus sesuai dengan tinggi badannya, dan lemak tubuh harus terdistribusi merata. Obesitas di mana lemak terutama pada wajah, leher dan dada sedangkan tungkai tangan dan kaki kurus dapat disebabkan oleh sindroma Cushing (hiperadrenalin) atau karena penggunaan kortikosteroid. Jika pinggang pasien lebih besar daripada pinggul, maka pasien ini mempunyai resiko tinggi akan mengalami penyakit yang terkait dengan obesitas (misalnya diabetes, hipertensi, penyakit arteri koroner) Jika pasien tampak kakhektik, atau pasien kelihatan sangat kurus dengan mata cekung dan pipi tirus, ini merupakan tanda penyakit wasting kronik (misalnya kanker, starvasi, dehidrasi).
Struktur Tubuh
Kedua sisi tubuh pasien harus terlihat dan bergerak sama. Pasien harus berdiri tegak sesuai usianya. Posisi seperti tripod, di mana pasien duduk condong ke depan dengan tangan bersandar pada lengan kursi atau pada lutut, berkaitan dengan adanya penyakit respirasi misalnya emfisema atau penyakit paru obstruktif kronik (COPD). Amati jika ada deformitas fisik.
Pakaian Dan Penampilan
Pakaian pasien harus sesuai dengan cuaca, bersih, dan pas. Pasien harus kelihatan bersih dan berpenampilan sesuai usia, jenis kelamin, pekerjaan, golongan sosial ekonomi dan latar belakang budayanya.
Sikap
Pasien harus mau bekerjasama/kooperatif dan berinteraksi dengan baik. Berbicara jelas dan dapat dimengerti, dengan pilihan kata yang sesuai dengan tingkat pendidikan dan budayanya.
Mobilitas
Cara berjalan pasien harus lancar, tetap dan seimbang dan kaki sesuai lebar bahu. Jika pasien terlihat ragu-ragu atau sulit untuk berjalan, berjalan pendek-pendek dan susah payah, dan merasa sulit untuk berhenti mendadak, biasanya berkaitan dengan penyakit Parkinson. Ataksia adalah keadaan gemetar dan terhuyung-huyung, berjalan tidak tegak yang mungkin disebabkan oleh konsumsi alkohol berlebihan atau obat tertentu (barbiturat, benzodiazepin, stimulan sistem saraf pusat).
PARAMETER FISIK
Parameter fisik yang diukur sebagai bagian dari penilaian umum menggambarkan status kesehatan pasien secara umum. Parameter fisik tersebut termasuk
1. tinggi badan,
2. berat badan,
3. tanda-tanda vital.
Tinggi Badan
Tinggi badan seseorang menunjukkan latar belakang genetik dan rutin digunakan untuk mengevaluasi proporsi tubuh. Tinggi badan juga dapat dibandingkan dengan hasil pengukuran sebelumnya untuk melihat ada tidaknya penurunan densitas tulang atau osteoporosis, di mana tinggi badan akan menurun sejalan dengan progresi penyakit. Ukur tinggi badan dengan cara meminta pasien berdiri tegak, tanpa sepatu, bersandar pada bagian permukaan vertikal yang datar dari suatu alat pengukur, misalnya tiang pada alat penimbang berat badan. Letakkan garis pengukur pada kepala dan lihat berapa angka pada tiang pengukur tinggi badan. Tinggi badan dapat dicatat dalam satuan centimeter atau inci.
Berat Badan
Berat badan seseorang menunjukkan status nutrisi dan status kesehatan secara umum dan paling baik diukur dengan alat timbang badan terstandarisasi. Pasien harus melepas sepatu dan pakaian luarnya yang berat sebelum berdiri di alat timbang. Jika diperlukan pengukuran berat badan serial, maka sebaiknya dilakukan penimbangan pada waktu/jam yang sama setiap hari dan pasien mengenakan pasien yang sama/mirip. Berat badan dapat dinyatakan dalam pound atau kilogram. Untuk menilai berat badan pasien, sebaiknya digunakan indeks massa tubuh (body mass index/BMI), yang menggambarkan berat dan tinggi bada relatif dan berkorelasi langsung dengan kandungan lemak total tubuh, BMI dihitung dengan rumus berikut:
Metrik : BMI = berat badan (kg) / tinggi badan (m2)
Non‐metrik : (Berat badan (pounds) / tinggi badan (inches2) x 703
Selain itu, berbagai tabel dan nomogram juga dapat digunakan untuk menentukan
BMI.

TANDA-TANDA VITAL
Pengukuran tanda-tanda vital memberikan informasi yang berharga terutama mengenai status kesehatn pasien secara umum. Tanda-tanda vital meliputi (i) temperatur/suhu tubuh, (ii) denyut nadi, (iii) laju pernafasan/respirasi, dan (iv) tekanan darah. Pengukuran ini harus dibandingkan dengan rentang normal sesuai usia pasien dan hasil pengukuran sebelumnya, jika ada.
Temperatur/Suhu Tubuh
Untuk menjaga fungsi metabolisme normal, suhu tubuh secara umum diatur oleh hipotalamus agar selalu berada pada rentang suhu yang sempit. Produksi panas, yang terjadi sebagai bagian dari metabolism dan ketika berolahraga, diseimbangkan dengan hilangnya panas terutama melaui penguapan keringat. Rentang suhu tubuh normal untuk dewasa asalah 36,4-37,2°C (97,5 – 99,0 °F). Suhu tubuh normal dapat dipengaruhi oleh ritme biologis, hormon-hormon, olahraga dan usia. Fluktuasi diurnal sekitar 1°C biasa terjadi, dengan suhu terendah pada awal pagi hari dan tertinggi pada akhir sore hari sampai menjelang malam. Pada wanita, sekresi progesterone pada saat ovulasi hingga saat menstruasi mengakibatkan peningkatan suhu tubuh 0,5°C. Olahraga yang sedang sampai berat juga meningkatkan suhu tubuh. Pada anak-anak, variasi suhu normal lebih lebar karena mekanisme pengaturan panasnya masih belum matang. Sejalan dengan pertambahan usia, suhu rata-rata tubuh menurun dari 37,2°C (99,0°F) pada anak-anak menjadi 37°C (98,6°C) pada dewasa dan menjadi 36°C pada orang lanjut usia. Pengukuran suhu tubuh merupakan bagian rutin pada hampir semua penilaian klinis, karena dapat menggambarkan tingkat keparahan penyakit (misalnya, infeksi). Suhu tubuh dapat dicatat dalam derajat Celcius atau derajat Fahrenheit, dan berikut ini adalah konversi antara keduanya:
C = 5/9 x (°F – 32)
F = (9/5 x °C) + 32
Sebagai contoh:
37°C = (9/5 x 37) + 32
= 66,6 + 32
= 98,6 °F
Suhu tubuh dapat diukur dengan berbagai alat thermometer (thermometer gelas, elektronik, timpani) dan berbagai rute (per oral, rectal, axilla, tympani). Karena faktor lingkungan polusi merkuri, kebanyakan termometer dan sfigmomanometer yang menggunakan merkuri diganti dengan peralatan elektronik.

Rute oral Rute ini merupakan rute pengukuran suhu tubuh yang akurat dan mudah dilakukan pada pasien yang sadar. Temperatur tubuh pada dewasa yang diukur melalui rute oral adalah 37°C (98,6 °F). Untuk mengukur suhu tubuh menggunakan cara oral:
• Letakkan ujung termometer ke bawah lidah pasien pada sebelah kiri atau kanan sublingual posterior, bukan pada bagian depan lidah (cek bahwa probe plastik disposable terpasang pada ujung termometer)
• Kemudian instruksikan pada pasien untuk tetap menutup bibirnya
• Jaga agar termometer tetap pada tempatnya sampai termometer berbunyi (termometer elektronik biasanya dapat mengukur suhu dalam waktu 20-30 detik)
• Kemudian ambil termometer dari mulut pasien dan baca berapa angkanya.
Rute rektal Rute rektal merupakan rute pilihan untuk pasien-pasien yang bingung, koma, atau tidak dapat menutup mulut karena intubasi, mandibulanya dikawat, bedah facial, dan sebagainya. Rute rektal juga umum dipakai untuk mengetahui temperatur tubuh bayi (lihat bagian Pediatrik). Rute rektal merupakan cara paling akurat untuk mengukur temperatur tubuh. Dengan cara ini, suhu tubuh dewasa yang terukur normalnya adalah 37,5°C (99,5 °F), 0,5°C (1°F) lebih tinggi daripada rute oral.
Untuk mengukur suhu tubuh menggunakan rute rektal:
• Bantu pasien pada posisi lateral dengan kaki bagian atas tertekuk
• Gunakan sarung tangan
• Lubrikasi termometer rektal
• Masukkan termometer 2-3 cm (1 inci) ke dalam rektum
• Biarkan selama 2 menit
• Kemudian tarik dan baca angkanya.
Rute axilla Rute axilla digunakan hanya jika rute oral dan rectal tidak dapat dilakukan, rute axilla ini aman dan akurat untuk pasien bayi dan anak-anak. Suhu tubuh dewasa yang diukur melalui rute axilla adalah 36,5°C (97,7°F), yang berarti 0,5°C lebih renadak daripada rute oral.
• Untuk mengukur suhu tubuh dengan rute axilla:
• Letakkan termometer di ketiak di tengah axilla.
• Termometer dijepit di bwah lengan pasien.
• Lipat lengan pasien ke dadanya agar termometer tetap di tempatnya.
• Biarkan termometer selama 5 menit pada anak-anak dan 10 menit pada psien
dewasa. Rute timpani Termometer untuk rute timpani mempunyai ujung probe yang diletakkan ke dalam telingan. Termometer ini memiliki sensor inframerah yang mendeteksi suhu darah yang mengalir melalui gendang telinga. Metode ini tidak invasif, cepat dan efisien. Untuk mengukur suhu tubuh melalui rute timpani ini:
• Pasang penutup disposable yang baru pada ujung probe
• Letakkan probe ke dalam kanal telinga pasien (Gambar 5-5)
• Hati-hati jangan memaksa probe dan jangan menutup kanal.
• Hidupkan alat dengan memencet tombol.
• Baca angka yang muncul dalam 2-3 detik.
Denyut Nadi
Ketika jantung berdenyut. jantung memompa darah melalui aorta dan pembuluh darah perifer. Pemompaan ini menyebabkan darah menekan dinding arteri, menciptakan gelombang tekanan seiring dengan denyut jantung yang pada perifer terasa sebagai
denyut/detak nadi. Denyut nadi ini dapat diraba/palpasi untuk menilai kecepatan jantung, ritme dan fungsinya. Karena mudah diakses, nadi pada radial tangan adalah metode yang paling banyak digunakan untuk mengukur kecepatan jantung; dipalpasi melalui arteri tangan (radial) pada pergelangan tangan anterior.
Untuk mengukur nadi radial:
• Letakkan jari pertama dan kedua pada pergelangan tangan pasien antara tulang
medial dan radius (Gambar 5-6).
• Tekan sampai nadi dapat teraba, tetapi hati-hati jangan samapi mengoklusi arteri
(denyut nadi tidak akan teraba).
• Hitung jumlah denyut dalam 30 detik, dan jika ritmenya teratur, kalikan dua
jumlah tadi.
• Hindari menghitung nadi hanya dalam 15 detik, karena kesalahan 1-2 denyut saja akan mengakibatkan kesalahan 4-8 kali kesalahan pada evaluasi kecepatan detak janutng. Juga, lebih mudah mengalikan dua daripada mengalikan denyut janutng empat kali.
• Jika ritme tidak teratur, hitung denyut nadi dalam 1 menit.
Catat temuan dalam denyut per menit (beats per minute/bpm). Kecepatan detak jantung normal untuk berbagai usia dapat dilihat pada Tabel 5-3. Pada dewasa, kecepatan jantung kurang dari 60 bpm disebut bradikardia, dan kecepatan jantung lebih dari 100 bpm disebut takhikardia. Namun, atlet yang baik kondisinya, dapat menunjukkan kecepatan jantung krang dari 60 bpm, dan kecepatan janutng lebih dari 100 bpm dapat terjadi pada pasien yang berolahraga atau gelisah. Selain kecepatan denyut nadi, ritme denyut nadi juga harus dievaluasi. Normalnya, ritme nadi adalah tetap dan rata. Jika ritme tidak teratur, disebut aritmia.

Kecepatan jantung normal untuk berbagai kelompok usia
Usia Kecepatan jantung (BPM)
Bayi baru lahir (newborn) 70‐170
1‐6 tahun 75‐160
6‐12 tahun 80‐120
Dewasa 60‐100
Usia Lanjut 60‐100
Atlet yang terkondisi baik 50‐100
Kekuatan setiap kontraksi jantung, yang dinyatakan sebagai volume stroke jantung, dapat dievaluasi dengan cara meraba/palpasi nadi. Biasanya, nadi yang normal dapat dengan mudah dipalpasi, tidak “muncul lalu hilang”, dan tidak mudah terobstruksi. Kekuatan nadi ini dapat digambarkan secara subyektif menggunakan 4 skala berikut:
0 Absen/tidak ada
1+ Lemah
2+ Normal
3+ Penuh
Kecepatan Pernafasan (Respiratory Rate/RR)
Inspeksi dilakukan untuk mengevaluasi kecepatan pernafasan pasien. Karena kebanyakan orang tidak menyadari pernafasannya dan mendadak menjadi waspada terhadap pernafasannya dapat mengubah pola pernafasan normalnya, maka jangan memberitahu pasien ketika mengukur kecepatan pernafasannya.
Untuk mengukur kecepatan pernafasan:
• Jaga agar posisi pasien tetap selama melakukan pengukuran kecepatan pernafasan.
• Amati dada atau abdomen pasien selama respirasi
• Hitung jumlah pernafasan (inhalasi dan ekshalasi dihitung sebagai satu pernafasan) dalam 30 detik, dan jika ritme teratur, kalikan dua jumlah tadi.
• Jika ritme tidak teratur, hitung jumlah nafas dalam 1 menit.
• Catat nilai sebagai respirasi per menit (rpm).
Kecepatan pernafasan normal bervariasi tergantung usia (lihat Tabel 5-4). Untuk dewasa, kecepatan nafas kurang dari 12 rpm disebut bradipnea dan kecepatan nafas lebih dari 20 rpm disebut takhipnea (untuk penilaian lebih mendetil mengenai sistem pernafasan.

Kecepatan pernafasan normal untuk berbagai kelompok usia
Usia Pernafasan (rpm)
2‐6 tahun 21‐30
6‐10 tahun 20‐26
12‐14 tahun 18‐22
Dewasa 12‐20
Lanjut usia 12‐20
Tekanan Darah
Tekanan darah adalah kekuatan darah ketika mendorong dinding arteri. Tekanan darah tergantung pada luaran kardiak, volume darah yang diejeksi oleh ventrikel permenit, dan tahanan pembuluh darah perifer. Kecepatan jantung, kontraktilitas dan volume darah total, yang tergantung pada kadar natrium, mempengaruhi luaran jantung (cardiac output). Viskositas darah arteri dan elastisistas dinding mempengaruhi tahanan pembuluh darh vaskular.
Tekanan darah mempunyai dua komponen: sitolik dan diastolik. Tekanan darah sistolik menggambarkan tekanan maksimum pada arteri ketika kontraksi ventrikel kiri (atau sistol), dan diatur oleh volume stroke (atau volume darah yang dipompa keluar pada setiap denyut janutng). Tekanan darah diastolik adalah tekanan saat istirahat yaitu tekanan dari darah antar kontraksi ventrikel.
Tujuan obyektif utama mengidentifikasi, memberikan terapi dan memantau tekanan darah pasien adalah untuk menurunkan resiko penyakit kardiovaskuler serta angka kesakitan dan kematian yang terkait. Oleh karena itu, pengukuran tekanan darah yang akurat sangat penting, karena pengukuran ini menjadi dasar keputusan klinis yang vital, misalnya untuk menyesuaikan terapi antihipertensi untuk pasien. Metode pemeriksaan Metode pemeriksaan yang paling umum digunakan untuk menentukan tekanan darah pasien adalah metode tak langsung, metode auskultasi menggunakan stetoskop dan sfigmomanometer. Bagian alat yang digunakan untuk diikatkan pada lengan berisi kantong karet yang dapat mengembang. Kantongnya terhubung ke manometer. Karena manometer aeroid mudah hanyut, maka harus dikalibrasi paling sedikit sekali setahun dan harus ditinggalkan pada keadaan nol. Karena lingkar lengan berbeda-beda, maka juga tersedia berbagai macam ukuran pengikat lengan (misalnya untuk anak-anak, dewasa, dan orang dewasa yang besar).
Untuk menentukan ukuran pengikat lengan ini bandingkan panjang kantong pengukur tekanan darah tadi dengan lingkar lengan pasien. Anda harus merasakan kantong di dalam pengikat lengan tadi. Untuk pengukuran yang paling akurat, panjang kantong harus paling sedikit 80% lingkar lengan.
Aliran darah dalam arteri menghasilkan suara yang spesifik, yang disebut suara
Korotkoff yang terjadi dalam 5 fase:
Fase I : lemah, jelas dan ketuk (tekanan sistolik)
Fase II : swooshing
Fase III: nyaring (crisp), lebih intensif (tapping)
Fase IV : muffling (pada dewasa hal ini menunjukkan keadaan hiperkinetik jika fase ini terus berlangsung selama pengikat lengan mengempis).
Fase V : hilangnya suara (pada dewasa, tekanan diastolik).

Suara-suara ini digunakan untuk mengidentifikasi tekanan darah sistolik dan diastolik. Agar dapat mengukur dengan sangat akurat, ikuti langkah-langkah berikut:
• Tanyakan kepada pasien apakah pasien merokok atau mengkonsumsi kafein dalam 30
menit sebelum pemeriksaan. Jika ya, catat informasi ini.
• Pasien harus didudukkan pada kursi dengan punggung tersangga dan lengan kosong
dan disangga pada keadaan paralel setara jantung.
• Pengukuran dimulai paling sedikit setelah 5 menit beristirahat.
• Tentukan ukuran pengikat lengan yang sesuai untuk pasien (lihat Gambar 5-8).
• Palpasi arteri brakhial sepanjang lengan atas bagian dalam.
• Posisikan agar kantong yang ada pada pengikat lengan di tengah di atas arteri
brakhial, kemudian ikat pengikat lengan tadi agar pas melingkari lengan, usahakan
ujung tepi bawah pengikat lengan tersebut 1 inci di atas antekubital.
• Posisikan manometer agar lurus terhadap pandangan mata.
• Instruksikan pada pasien untuk tidak berbicara selama pengukuran.
• Tentukan tingkat inflasi maksimum. (Sembari palpasi nadi radial, pompa pengikat
lengan hingga ke titik di mana nadi tidak lagi terdengar, tambahkan 30 mmHg pada
pembacaan ini).
• Dengan cepat kendurkan/biarkan udara keluar dari kantong lengan, dan tunggu 30
detik sebelum memompanya kemabali.
• Sisipkan ujung stetoskop; cek agar mengarah ke depan pada tempatnya.
• Tempatkan bel stetoskop tanpa menekan, tapi cukup erat hingga kedap udara, di atas
arteri brakhial. Lihat bahwa diafrgama stetoskop juga dapat digunakan; namun, bel akan leih sensitif untuk mendengan suara frekuensi rendah (tekanan darah) dan sedapat mungkin bel digunakan jika memungkinkan. Ketika pertama kali belajar mendengarkan tekanan darah, mungkin lebih mudah menggunakan diafragma daripada bel.
• Pompa dengan cepat pengikat lengan sampai maksimum (seperti yang telah
ditentukan sebelumnya)
• Perlahan biarkan udara keluar (deflate/kempiskan pengikat lengan) dengan penurunan
tekanan teratur sebesar 2-3 mmHg/detik.
• Catat pembacaan tekanan ketika pertama kali terdengan dua suara berturutan
(Korotkoff Fase 1). Ini adalah tekanan darah sistolik.
• Catat pembacaan tekanan ketika suara terakhir terdengar (Korokoff Fase V). Ini
adalah tekanan diastolik.
• Tetap dengarkan sampai 20 mmHg di bawah tekanan diastolik, kemudian dengan
cepat kempeskan pengikat lengan.
• Catat tekanan darah pasien dengan angka genap beserta posisi pasien (misalnya,
duduk, berdiri, berbaring), ukuran pengikat lengan, dan lengan yang diukur.
• Tunggu 1-2 menit sebelum mengulangi kembali pembacaan menggunakan lengan
yang sama.
Untuk hasil pengukuran yang paling akurat, 2 atau lebih pembacaan, tiap pembacaan terpisah 2 menit, dicari nilai rata-ratanya. Jika 2 pembacaan pertama berbeda lebih dari 5 mmHg harus dilakukan pembacaan ulang (pengukuran tekanan darah diulang lagi) dan kemudian dirata-rata. Tekanan darah normal dewasa adalah sistolik kurang dari 120 mmHg dan diastolik kurang dari 80 mmHg.
Klasifikasi hasil pembacaan tekanan darah berdasarkan kriteria The Seventh Report of
the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC-VII) tertera pada Tabel 5-5. Prehipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik 130-139 mmHg atau diastolik 80-90 mmHg. Pasien dengan prehipertensi memiliki resiko dua kali lebih tinggi untuk menjadi hipertensi daripada individu dengan tekanan darah yang lebih rendah. Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik 140 mmHg atau lebih atau diastolik 90 mmHg atau lebih dan diklasifikasikan (berdasarkan keparahannya) sebagai stage 1 atau 2. Hipertensi sistolik saja (isolated systolic hypertension) didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik 140 mmHg atau lebih dan tekanan darah diastolik 90 mmHg atau kurang dan harus diklasifikasikan lebih lanjut sesuai keparahannya (misalnya 170/82 berarti hipertensi sistolik stage 2).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar