Kamis, 26 April 2012

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLEN DENGAN POST PARATYROIDEKTOM

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLEN
DENGAN POST PARATYROIDEKTOM
I. PENGERTIAN
Hopoparatyroidisme adalah hiposekresi kelenjar para tyroid yang menimbulkan syndroma berlawanan dengan hiperparatyroid, konsentrasi kalsium rendah tetapi phosfatnya tinggi dan bisa menimbulkan tetani akibat dari pengangkatan atau kerusakan kelenjar paratyroid (Tjahjono, 1996)
II. ETIOLOGI
1. Pengangkatan kelenjar paratyroid akibat pengangkatan tyroidektomi.
2. erjadi sumbatan pada kelenjar tyroid akibat dar peredaran darah yang tidak adekuat.
III. PATOFISIOLOGI
Hipoparatyroidisme (rendahnya kadar PTH) merupakan kelainan metabolik yang ditandai dengan hipokalsemia, yang secara klnik akan mengakibatkan tetani. Dalam keadaan normal, kadar kalsum dalam plasma adalah 2,3 – 2,6 mmol. Hperkalsemia sampai 3.00 mmol/l, masih belum menimbulkan gejala. Demikian pula hipokalsemia derajat ringan (kalsium turun sampai 2.00 mmol/l ) masih belum menimbulkan gejala. Terdapat 2 ts klink utama untuk mendeteksi terdapatnua titan, yaitu tanda chvostek dan tanda trousseau.
Penyebab umum adalah ikut terangkatnya kelenjar para tyrod pada saat tyroidektomi (angkanya berkisar 0 – 25 %). Penyebab lannya adalah ideopatik. Pemberian tera radioyodin erdapat kelanan kelenjar tyroid serng berpengaruh pula terhadap rendahnya hormon PTH.
Hipoparatyroidisme merupakan kelainan metabolik dengan gejala klink yang nyata, tetapi perubahan morfologik yang minimal. Terdapat abnormalitas biokimia ( hipokalsemia dan hiperfosfatemia) dengan manifestasi klinik yang sangat luas. Yang menonjol adalah tetani, konvulsi, laringospasme ( dapat menimbulkan anoksia yang fatal). Hipokalsemia akan merangsang timbulnya manifestasi neuromuskuler, yaitu paraestasi dan kejang. Iritabilitas neuomuskuler ini dapat diperiksa dengan memeriksa ada tidaknya tanda chvostek (chvostek's sign). Disamping itu terdapat barbagai abnormaitas sistem saraf lainnya.
I. MANIFESTAS KLINIK
1. Konsentrasi kadar kalsium dalam darah menurun.
2. Peningkatan serum fosfat dalam darah
3. Peningkatan iritabilitas neromuskuler
4. Nyeri otot
5. Gemetar/tremor
6. Lethargi
7. Larngospasme
8. Aritmia
9. Kulit kering dan kuku mudah rusak
10. Munculnya Chvostek's sign ( kejang otot wajah, hiperritabilitas pada saraf wajah)
11. Munculnya tanda trousseau's (kejang jari dan telapak tangan)
12. Dari hasil pemeriksaan mata : tanda-tanda katarak.
II. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Memperbaiki konsentrasi serum kalsium
2. Pencegahan terjadinya kejang
3. Pengawasan terjadinya kejang laring (Laringospasme) dan obstruksi jalan nafas.
III. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium
- Serum T3 T4
- Elekrolit darah
- Fosfat alkali
- Pemeriksaan fungsi hepar
- Ureum kreatinin
- Katekolamin serum.
2. EKG
IV. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN
PENGKAJIAN
1. Neurologis : Paraestesia, kesemutan, tremor, peka rangsang, kejang, adanya tanda Chvostek's/trousseou's, perubahan tingkat kesadaran.
2. Muskoleskeletal : kekakuan dan kelelahan
3. Kardiovaskuler : sianosis, palpitasi dan disritmia jantung
4. Pernafasan : suara serak, strdor, edema laring
5. Gastrointestinal : mual dan muntah
6. Integumen : Kulit kering dan kuku keras/ kuku rapuh
V. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL
1. Jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan spasme/edema laring
- Tujuan : jalan nafas klien efektif
- Kriteria hasil : suara nafas bersih, tidak apnoe, sputum dapat keluar dengan bak
- Intervensi :
· Kaji kecepatan dan kedalaman pernafasan, catat penggunaan alat bantu pernafasan saat klien bernafas.
· Auskultasi suara nafas dan catat bila ada buny tambahan (krekles, ronchi dan wheezing)
· Beri posisi tdur semi fowler
· Lakukan sap lendir secara oral atau nasotrakeal bila ada indikasi
· Kerja sama dengan tim kesehatan lain untuk :
= Pemberian oksigen sesuai dengan peogram
= Pemberian bronchodilator
= Pemberian cairan parental
2. Resiko cidera berhubungan dengan kejang akibat hipokalsemia :
- Tujuan : Klien terhindar dari cider
- Kriteria hasil :
· Klien tidak cidera akibat rangsangan kejang
· Hasil elektrolit (khususnya kalsium pada batas normal)
· Klien tenang tidak kejang
- Intervensi :
§ Tempatkan klien pada tempat tidur yang menggunakan pengaman dan di ruangan yang aman dan nyaman.
§ Catat : waktu terjadinya kejang, lamanya, bagian tubuh yang kejang, dan gejala-gejala lain yang timbul selama kejang.
§ Observas tanda-anda vital seelah klien kejang
§ Sediakan dekan tempat tidur klien spatel ldah dan gudel untuk mencegah ldah ke belakang apabla erjadi kejang.
§ Observasi kadar elektrollit
§ Observas adanya depres pernafasan dan gangguan irama jantung
§ Kerja sama dengan tim kesehatan lain untuk :
Pemberian anti konvulsi
Pemberian obat untuk meningkatkan kalsium
Pemberian Oksigen
3. Resiko tinggi terjadi infeksi berhubungan dengan adal\nya luka pembedahan dan pemasangan alat-alat medis
- Tuuan : Klen terhindar dari infeksi
- Kriteria hasil :
§ Suhu tubuh normal
§ Hasil pemeriksaan leukosit pada batas normal
§ Luka bersih dan kering, tidak menunjukkan tanda-tanda nfeksi.
- Intervensi :
§ Rawat luka iperasi, drain, kateter dan infus secara seril
§ Ukur tanda-tanda vital, observasi adanya peningkatan suhu
§ Batasi pengunjung untuk mencegah infeks silang
§ Anjurkan pengunjung untuk menggunakan pakaian khusus saat berkunjung
§ Observas keadaan luka dan tanda-tanda adanya infeksi
§ Kerja sama dengan tim kesehatan lain untuk :
· Pemeriksaan darah lengkap
· Pemberan antibotika.
4. Gangguan komunikas verbal berhubungan dengan trauma pita suara akibat operas paratyroid
- Tujuan : Klien dapat berkomunikasi verbal secara bertahab.
- Kriteria hasil :
§ Klien dapat mengekspresikan perasaannya dan kebutuhannya dengan tulisan atau bahasa isarat.
§ Klien dapat memahami apa yang dijelaskan oleh perawat
§ Kebutuhan klien dapat terpenuhi
- Inervensi :
§ Bicara pelan-pelan dan jelas saat berkomunikasi dengan klien
§ Tunjukkan rasa empati dan sabar saat berkomunikasi dengan klien
§ Sediakan alat bantu tulisan abjad atau kertas dan alat tulis untuk berkomunikasi dengan klien
§ Gunakan bahasa isarat saat berkomunikasi dengan klien
§ Upayakan agar perawat dapat mengerti saat klien mengekspresikan perasaan dan kebutuhannya
5. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan fisik
- Tujuan : Klien dapat beraktifitas secara bertahab
- Kriteria hasil :
§ Klien dapat memenuhi kebutuhan nutrisi, eliminasi dan personal hygiene secara mandiri
§ Klien dapat melaksanakan aktifitas hariannya seperti semula.
- Intervensi :
§ Kaji tingkat ketidakmampuan klien
§ Bantu aktifitas yang tidak dapat dilakukan sendiri (mandi, makan, minum, kebersihan diri/lingkungan dan eliminasi)
§ Secara bertahab libatkan klien dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari sesuai dengan kondisinya
§ Buat jadual istirahat/ aktifitas klien
§ Kerja sama dengan keluarga untuk memenuhi kebutuhan klien.
DAFTAR PUSTAKA
1. Tjahjono, (1996), Patologi Endoktrin, Badan Penerbit Universitas Diponegoro Semarang
2. Elisabeth J. Corwin, (2001), Buku Saku Patofisiologi, Jakarta, EGC
3. Marily E. Doengoes, (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, Jakarta, EGC
4. S. harun, (1996), Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jakarta, Balai Penerbit FK. UI.

ASKEP APENDISITIS ( USUS BUNTU )

A. Definisi.a. Appendiks adalah organ tambahan kecil yang menyerupai jari, melekat pada sekum tepat dibawah katup ileocecal ( Brunner dan Sudarth, 2002 hal 1097 ).
b. Appendicitis adalah peradangan dari appendiks vermiformis, dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. (Arif Mansjoer ddk 2000 hal 307 ).
c. Apendisitis adalah kondisi di mana infeksi terjadi di umbai cacing. Dalam kasus ringan dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan laparotomi dengan penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi. Bila tidak terawat, angka kematian cukup tinggi, dikarenakan oleh peritonitis dan shock ketika umbai cacing yang terinfeksi hancur. (Anonim, Apendisitis, 2007)
B. Etiologi.
Appendicitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada factor-faktor prediposisi yang menyertai. Factor tersering yang muncul adalah obtruksi lumen.
1. Pada umumnya obstruksi ini terjadi karena :
a. Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak.
b. Adanya faekolit dalam lumen appendiks.
c. Adanya benda asing seperti biji – bijian. Seperti biji Lombok, biji jeruk dll.
d. Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya
2. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan streptococcus
3. Laki – laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15 – 30 tahun (remaja dewasa). Ini disebabkan oleh karena peningkatan jaringan limpoid pada masa tersebut.
4. Tergantung pada bentuk appendiks
5. Appendik yang terlalu panjang.
6. Messo appendiks yang pendek.
7. Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendiks.
8. Kelainan katup di pangkal appendiks.
C. Klasifikasi
Klasifikasi Apendisitis ada 2 :
a. Apendisitis akut, dibagi atas: Apendisitis akut fokalis atau segmentalis, yaitu setelah sembuh akan timbul striktur lokal. Appendisitis purulenta difusi, yaitu sudah bertumpuk nanah.
b. Apendisitis kronis, dibagi atas: Apendisitis kronis fokalis atau parsial, setelah sembuh akan timbul striktur lokal. Apendisitis kronis obliteritiva yaitu appendiks miring, biasanya ditemukan pada usia tua.
D. Patofisiologi
Apendiks terinflamasi dan mengalami edema sebagai akibat terlipat atau tersumbat kemungkinan oleh fekolit (massa keras dari faeces) atau benda asing. Proses inflamasi meningkatkan tekanan intraluminal, menimbulkan nyeri abdomen atas atau menyebar hebat secara progresif, dalam beberapa jam terlokalisasi dalam kuadran kanan bawah dari abdomen. Akhirnya apendiks yang terinflamasi berisi pus.
E. Manifestasi Klinis
Untuk menegakkan diagnosa pada apendisitis didasarkan atas anamnese ditambah dengan pemeriksaan laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya.
Gejala apendisitis ditegakkan dengan anamnese, ada 4 hal yang penting adalah: Nyeri mula-mula di epigastrium (nyeri viseral) yang beberapa waktu kemudian menjalar ke perut kanan bawah. Muntah oleh karena nyeri viseral. Panas (karena kuman yang menetap di dinding usus). Gejala lain adalah badan lemah dan kurang nafsu makan, penderita nampak sakit, menghindarkan pergerakan, di perut terasa nyeri.
Tanda dan gejala :
1. Anoreksia biasanya tanda pertama.
2. Nyeri, permulaan nyeri timbul pada daerah sentral (viseral) lalu kemudian menjalar ketempat appendics yang meradang (parietal). Retrosekal/nyeri punggung/pinggang. Postekal/nyeri terbuka.
3. Diare, Muntah, demam derajat rendah, kecuali ada perforasi.
F. Penatalaksanaan
Tidak ada penatalaksanaan appendicsitis, sampai pembedahan dapat di lakukan. Cairan intra vena dan antibiotik diberikan intervensi bedah meliputi pengangkatan appendics dalam 24 jam sampai 48 jam awitan manifestasi. Pembedahan dapat dilakukan melalui insisi kecil/laparoskop. Bila operasi dilakukan pada waktunya laju mortalitas kurang dari 0,5%. Penundaan selalu menyebabkan ruptur organ dan akhirnya peritonitis. Pembedahan sering ditunda namun karena dianggap sulit dibuat dan klien sering mencari bantuan medis tapi lambat. Bila terjadi perforasi klien memerlukan antibiotik dan drainase.
G. Komplikasi
1. Perforasi dengan pembentukan abses.
2. Peritonitis generalisata
3. Pieloflebitis dan abses hati, tapi jarang.
H. Prognosis.
I. Web Of Caution (WOC
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
PENGKAJIAN
A. Anamnesa
1. Data demografi.
Nama, Umur : sering terjadi pada usia tertentu dengan range 20-30 tahun, Jenis kelamin, Status perkawinan, Agama, Suku/bangsa, Pendidikan, Pekerjaan, Pendapatan, Alamat, Nomor register.
2. Keluhan utama.
Klien akan mendapatkan nyeri di sekitar epigastrium menjalar ke perut kanan bawah. Timbul keluhan Nyeri perut kanan bawah mungkin beberapa jam kemudian setelah nyeri di pusat atau di epigastrium dirasakan dalam beberapa waktu lalu. Nyeri dirasakan terus-menerus. Keluhan yang menyertai antara lain rasa mual dan muntah, panas.
3. Riwayat penyakit dahulu.
Biasanya berhubungan dengan masalah kesehatan klien sekarang.
4. Riwayat penyakit sekarang
B. Pemeriksaan Fisik.
B1 (Breathing) : Ada perubahan denyut nadi dan pernapasan. Respirasi : Takipnoe, pernapasan dangkal.
B2 (Blood) : Sirkulasi : Klien mungkin takikardia.
B3 (Brain) : Ada perasaan takut. Penampilan yang tidak tenang. Data psikologis Klien nampak gelisah.
B4 (Bladder) : -
B5 (Bowel) : Distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan, penurunan atau tidak ada bising usus. Nyeri/kenyamanan nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilicus, yang meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc. Burney. Berat badan sebagai indikator untuk menentukan pemberian obat. Aktivitas/istirahat : Malaise. Eliminasi Konstipasi pada awitan awal dan kadang-kadang terjadi diare
B6 (Bone) : Nyeri pada kuadran kanan bawah karena posisi ekstensi kaki kanan/posisi duduk tegak.
B. Analisis Data
No. Data Etiologi Masalah Keperawatan
1. DS : Mual, Muntah
DO : BB ↓, anorexia Infeksi epigastrium
Inflamasi dinding usus
Mual dan muntah Nutrisi kurang dari kebutuhan
2 DS : Pasien mengeluh nyeri, rasa sakit di bag. Perut sebelah kanan bawah.
DO : nyeri tekan titik MC Burney Nyeri
3 DS : Mual, muntah
DO : BB menurun, intake cairan menurun, Volume cairan kurang dari kebutuhan
Hipertermi
Intoleran Aktifitas
Kurang pengetahuan
Data Subyektif
a. Rasa sakit di epigastrium atau daerah periumbilikus kemudian menjalar ke bagian perut bawa
b. Rasa sakit hilang timbul
c. Mual, muntah
d. Diare atau konstipasi
e. Tungkai kanan tidak dapat diluruskan
f. Rewel dan menangis
g. Lemah dan lesu
h. Suhu tubuh meningkat
5. Data Obyektif
a. Nyeri tekan titik MC.Burney
b. Bising usus meningkat, perut kembung
c. Suhu meningkat, nadi cepat
d. Hasil leukosit meningkat 10.000 – 12.000 /ui dan 13.000/ui bila sudah terjadi perforasi
Diagnosa keperawatan
1. Resiko tinggi terhadap infeksi behubungan dengan perforasi pada Apendiks dan tidak adekuatnya pertahanan utama.
2. Volume cairan kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual dan muntah.
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan terjadinya mual dan muntah.
4. Nyeri berhubungan dengan anatomi ureter yang berdekatan dengan apendiks oleh inflamasi.
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi yang ditandai dengan anxietas.
6. Intoleransi Aktifitas berhubungan dengan keadaan nyeri yang mengakibatkan terjadinya penurunan pergerakan akibat nyeri akut.
Intervensi dan Rasional
1. Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan dengan perforasi pada Apendiks dan tidak adekuatnya pertahanan utama.
Tujuan :
Kriteria Hasil : Meningkatkan penyembuhan luka dengan benar, bebas tanda infeksi atau inflamasi
No. Intervensi Rasional
1. a. Awasi tanda vital. Perhatikan demam, menggigil, berkeringat, perubahan mental, meningkatnya nyeri abdomen.
b. Lakukan pencucian tangan yang baik dan perawatn luka aseptic. Berika perawatan paripurna.
c. Lihan insisi dan balutan. Catat karakteristik drainase luka, adanya eritema.
d. Beriakn informasi yang tepat dan jujur pada pasien
e. Ambil contoh drainage bila diindikasikan.
f. Berikan antibiotic sesuai indikasi/ a. Dugaan adanya infeksi/terjadinya sepsis, abses, peritonitis.
b. Menurunkan resiko penyebaran bakteri.
c. Memberikan deteksi dini terjainya proses infeksi, dan atau pengawasan penyembuhan peritonitis yang telah ada sebelumnya.
d. Penetahuan tenteng kemajuan situasi memberikan dukungan emosi, membantu menurunkan anxietas.
e. Kultur pewarnaan gram dan sensitifias berguna untuk mengidentifikasi organism penyebab dan pilihan terapi.
f. Mungkin diberikan secara profilaktik atau menurunkan jumlah organism (pada innfeksi yang telah ada sebelumnya) utuk menurunkan penyebaran dan pertumbuhannya pada rongga abdomen
2. Resiko berkurangnya volume cairan berhubungan dengan adanya mual muntah.
Tujuan :
Kriteria Hasil : Mempertahankan keseimbangan cairan dibuktikan oleh kelembaban membrane mukosa, turgor kulit baik, tanda-tanda vital stabil, dan secara individual haluaran urine adekuat.
No. Intervensi Rasional
1. a. Awasi TD dan nadi
b. Lihat membrane mukosa, kaji turgor ulit dan pengisian kapiler
c. Awasi masuk dan haluaran, catat warna urine, konsentrasi, berat jenis.
d. Auskultasi bising usus. Cata kelancaran flatus, gerakan usus.
e. Berikan sejumlah kecil minuman jernih bila pemasukan oral dimulai dan lanjutkan dengan diet sesuai toleransi.
f. Pertahankan penghisapan gaster/usus
g. Beriakn cairan IV dan elektrolit a. Tanda yang membantu mengidentifikasi fluktuasi volume intravaskuler.
b. Indikator keadekuatan sirkulasi perifer dan hidrasi seluler
c. Penurunan haluaran urine pekat dengan peningkatan berat jenis diduga dehidrasi cairan.
d. Indikator kembalinya peristaltic, kesiapan untuk pemasukan per oral.
e. Menurunkan muntah untuk meminimalkan kehilangan cairan.
f. Dekompresi usus, meningkatnya istirahat usus, mencegah muntah
g. Peritonium bereaksiterhadap infeksi dengan menghasilkan sejumlah besar cairan yang dapat menurunkan volume sirkulasi darah, mengakibatkan hipovolemia. Dehidrasi dan dapat terjadi ketidakseimbangan elektrolit.
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan terjadinya mual dan muntah.
Kriteria Hasil : BB normal,
No. Intervensi Rasional
1. Berikan nutrisi IV Memenuhi kebutuhan nutrisi klien.
2.
4. Nyeri berhubungan dengan anatomi ureter yang berdekatan dengan apendiks oleh inflamasi.
Tujuan :
Kriteria hasil : Pasien tampak rileks mampu tidur/ istirahat dengan tepat.
No. Intervensi Rasional
1. Pertahankan istirahat dengan posisi semi-fowler Gravitasi melokalisasi eksudat inflamasi dalam abdomen bawah atau pelvis, menghilangkan tegangan abdomen yang bertambah dengan posisi terlentang (supine)
2. Berikan aktivitas hiburan Focus perhatian kembali, meningkatkan relaksasi dan dapat meningkatkan kemampuan koping.
3. Berikan anlgesik sesuai indikasi. Analgesic dapat menghilangkan nyeri yang diderita pasien.
4. Berikan kantong es pada abdomen Menghilangkan dan mengurangi nyeri melalui penghilangan rasa ujung saraf.

Minggu, 15 April 2012

Glasgow Coma Scale.Penilaian :


* Refleks Membuka Mata (E)
4 : membuka secara spontan
3 : membuka dengan rangsangan suara
2 : membuka dengan rangsangan nyeri
1 : tidak ada respon
* Refleks Verbal (V)
5 : orientasi baik
4 : kata baik, kalimat baik, tapi isi percakapan membingungkan
3 : kata-kata baik tapi kalimat tidak baik
2 : kata-kata tidak dapat dimengerti, hanya mengerang
1 : tidak ada respon
* Refleks Motorik (M)
6 : melakukan perintah dengan benar
5 : mengenali nyeri lokal tapi tidak melakukan perintah dengan benar
4 : dapat menghindari rangsangan dengan tangan fleksi.
3 : hanya dapat melakukan fleksi
2 : hanya dapat melakukan ekstensi
1 : tidak ada respon
cara penulisannya berurutan E-V-M sesuai nilai yang didapatkan. Penderita yang sadar = compos mentis pasti GCSnya 15 (4-5-6), sedang penderita koma dalam, GCSnya 3 (1-1-1). Bila salah satu reaksi tidak bisa dinilai, misal kedua mata bengkak sedang V dan M normal, penulisannya X-5-6.Bila ada trakheostomi sedang E dan M normal, penulisannya 4-X-6.Atau bila tetra parese sedang E dan V normal, penulisannya 4-5-X. GCS tidak bisa dipakai untuk menilai tingkat kesadaran pada anak berumur kurang dari 5 tahun. Atau jika ditotal skor GCS dapat diklasifikasikan :
a. Skor 14-15 : compos mentis
b. Skor 12-13 : apatis
c. Skor 11-12 : somnolent
d. Skor 8-10 : stupor
e. Skor < 5 : koma
Derajat Kesadaran
- Sadar : dapat berorientasi dan komunikasi
- Somnolens : dapat digugah dengan berbagai stimulasi, bereaksi secara motorik / verbal kemudian terlelap lagi. Gelisah atau tenang.
- Stupor : gerakan spontan, menjawab secara refleks terhadap rangsangan nyeri, pendengaran dengan suara keras dan penglihatan kuat. Verbalisasi mungkin terjadi tapi terbatas pada satu atau dua kata saja. Non verbal dengan menggunakan kepala.
- Semi Koma : tidak terdapat respon verbal, reaksi rangsangan kasar dan ada yang menghindar (contoh menghindari tusukan).
- Koma : tidak bereaksi terhadap stimulus.
Kualitas Kesadaran
- Compos mentis : bereaksi secara adekuat
- Abstensia drowsy / kesadaran tumpul : tidak tidur dan tidak begitu waspada. Perhatian terhadap sekeliling berkurang. Cenderung mengantuk.
- Bingung / confused : disorientasi terhadap tempat, orang dan waktu.
- Delirium : mental dan motorik kacau, ada halusinasi dan bergerak sesuai dengan kekacauan pikirannya.
- Apatis : tidak tidur, acuh tak acuh, tidak bicara dan pandangan hampa.
Gangguan fungsi cerebral meliputi : gangguan komunikasi, gangguan intelektual, gangguan perilaku dan gangguan emosi.
Pengkajian position mental / kesadaran meliputi : GCS, orientasi (orang, tempat dan waktu), memori, interpretasi dan komunikasi